Jangan mau jadi pengecut! Hidup harus berarti. Ada yang berubah, Ada yang bertahan. Karena zaman tak bisa dilawan. Yang pasti, kepercayaan harus diperjuangkan! (Chairil Anwar)   »  

Realitas Politik Media Massa


Beberapa hari ini saya disibukkan dengan tayangan televisi yang bikin jengkel karena terfokus pada berita audisi menteri jilid dua pimpinan Presiden terpilih 2009, SBY. Stasiun-stasiun televisi marathon mengejar setiap detik perkembangan berita di Cikeas. Tokoh siapa saja yang datang, model batik apa yang mereka pakai, berapa lama para calon diwawancarai dan terakhir sambutan setelah wawancara. Lalu kemana berita saudara-saudara kita yang kemarin-kemarin jadi bulan-bulanan berita. Kemana Ambacang yang kemarin menjadi pusat perhatian media? Kemana, coba?


Dunia ini dengan segala peristiwa yang terjadi tidak bisa melepaskan diri dari media massa yang menjadi agen untuk memberitahukan kepada masyarakat tentang kejadian-kejadian apa saja yang ada di sekitar lingkungannya. Keduanya memiliki hubungan sangat erat dan sulit untuk dipisahkan.

Disamping itu, salah satu hal yang paling saya sesalkan dalam diri media adalah penempatan diri media sebagai framing of political message, yakni melakukan proses pengemasan pesan untuk meneruskan pesan politik dari segelintir pihak yang merasa punya kepentingan.

Coba lihat saja acara wawancara eksklusif Metro TV terhadap Surya Paloh yang kalah dalam perebutan kursi pimpinan Golkar. Judulnya jelas-jelas memihak, "Idealisme yang Terkalahkan". Wawancara macam apa pula ini? Isinya sudah bisa kita tebak, Metro TV mencoba membela Paloh yang kalah dari Ical. Paloh yang mengabdi di Golkar sejak umur 19 tahun berlagak bijak dengan mengatakan bahwa siapapun yang terpilih wajib menyelamatkan Golkar. Tak ada raut muka menyesal apalagi dendam.

Tapi coba lihat bagaimana si Frida, host yang menjadi pemandu wawancara eksklusif tersebut. Frida terus memberikan pertanyaan yang seakan "memaksa" Paloh untuk mengeluarkan kekesalan yang aslinya benar-benar sedang ia alami. Tentu hal ini bisa dimaklumi, karena bisa jadi Frida juga hanya menjalankan tuntutan meja redaksi.

Saya tidak mencoba membela Ical, menyalahkan tim redaksi Metro TV ataupun menyudutkan Frida yang tidak bisa berlaku "wajar" dalam sebuah wawancara berkelas macam ini. Liputan politik (baca: wawancara) memang kadang lebih rumit dibandingkan reportase bidang kehidupan lainnya. Pada satu dimensi, wawancara politik semacam ini bisa dijadikan media pembentukan opini publik bahwa Surya Paloh kalah karena kecurangan Ical dkk (semua ini kita pasti juga sudah tahu).

Sudahlah, saya memang sudah lelah dengan media yang saat ini sudah seperti industri, mesin. Dengan masuknya unsur kapital dalam diri media, mau tak mau media juga harus memikirkan pasar demi memperoleh keuntungan (revenue) baik dari penjualan maupun dari iklan. Metro TV tentu tak mau kalah dengan TV One yang saat ini menjadi motor berita nomor satu yang menyajikan berita secara live, benar-benar tanpa editing.

Belum lagi audisi kocak para calon menteri. Lebih tolol dan konyol!@#$$%^&*(

1 comments:

October 20, 2009 at 7:37 PM Anonymous said...
This comment has been removed by a blog administrator.

Post a Comment